Kamis, 12 Mei 2011

KISAH PAKU DAN SEBATANG POHON

Ada sebuah keluarga yang memiliki seorang anak laki-laki yang cukup nakal dan bandel. Sang ayah merasa kewalahan menghadapi kenakalan anaknya tersebut. Banyak nasehat yang ia berikan kepada anaknya agar anak tersebut menjadi anak yang baik dan patuh terhadap orang tua. Hingga akhirnya pada suatu hari sang ayah menemukan cara yang mungkin dapat memperbaiki perilaku sang anak tersebut. Dipanggilah si anak tersebut, “Nak, kemarilah!!ada sesuatu yang ingin ayah sampaikan kepadamu”. Si anak pun mendatangi ayahnya sambil berkata, “Ada apa ayah?”. “Kamu melihat pohon di depan rumah kita wahai anakku?” Tanya sang ayah. Anak tersebut menjawab, “Iya ayah, memangnya kenapa?”, si anak menjawab dengan sedikit keheranan. “Kita akan membuat sebuah kesepakatan anak ku”, kata sang ayah. “Kesepakatan apa ayah?” Tanya si anak. “Begini anak ku, ketika kamu melakukan perbuatan yang tidak baik, melakukan kenakalan dan tidak patuh pada orang tua, maka aku akan menancapkan sebuah paku di pohon itu” kata ayahnya. “Kita akan melihat seberapa banyak paku yang akan menancap di pohon tersebut” tambah ayahnya. Sang anak tersebut tampak berpikir, setelah beberapa waktu dia menjawab sekenanya, “Baik ayah, aku setuju dengan kesepakatan ini. Ayah boleh menancapkan paku sesuka ayah ketika aku melakukan hal yang kurang baik dan tidak patuh kepada orang tua”. “Baiklah nak, kalau memang engkau setuju. Biar adil aku akan mencabut paku yang ada di pohon itu ketika kamu melakukan perbuatan yang terpuji dan berbakti kepada orang tua”.

Setelah kesepakatan itu anak tersebut masih tetap melakukan apa yang dia sukai, dia masih tetap nakal dan selalu membantah orang tua. Sang ayah pun dengan konsisten ketika sang anak melakukan perbuatan tidak terpuji maka ditancapkanya sebuah paku ke pohon tersebut. Hari terus berlalu…..

Suatu hari di saat pagi si anak duduk santai di depan rumahnya sambil minum secangkir kopi. Tanpa sadar ia melihat ke sebuah pohon yang penuh dengan paku tertancap di sekeliling pohon tersebut. Dia terus memperhatikan pohon tersebut. Pikiranya tergiring menuju kesepakatan yang telah dibuatnya bersama sang ayah. Dia mendekati pohon tersebut dan melihat dengan seksama, ternyata banyak sekali kenakalan dan perbuatan yang sudah membuat orang lain bahkan orang tua sendiri merasa kecewa dan tidak nyaman. Sang anak merasa sangat bersalah. Akhirnya ia memutuskan untuk merubah dirinya.

Si anak mulai mengurangi kenakalan dalam dirinya. Dia merasa sangat merasa sulit untuk merubah hal yang sudah melekat pada dirinya tersebut. Namun, si anak terus memaksakan diri untuk berubah jadi lebih baik dan lebih baik lagi. Dia memaksakan diri untuk terus berbakti kepada orang tua dan mematuhi nasehat mereka. Lambat laun dia merasa nyaman dengan perbuatan baiknya sekarang dan dia terus berusaha untuk jadi lebih baik demi untuk menebus kesalahan dimasa lalunya.

Hingga tibalah suatu hari sang ayah memanggil anak tersebut. Dia menuntut si anak tersebut menuju pohon yang menjadi bukti kesepakatan diantara keduanya. Sang ayah memperlihatkan bahwa pohon tersebut telah bersih dari paku-paku yang dulu ditancapkan ketika si anak itu melakukan perbuatan yang tidak terpuji dan tidak patuh kepada orang tua. Sang ayah merasa sangat bahagia melihat perubahan anaknya. Akan tetapi si anak justru menangis dipelukan ayahnya sambail berkata, “Ayah, maafkan aku ayah…walaupun paku-paku yang ada di pohon tersebut telah tercabut semua, tetapi kita lihat masih ada bekas paku yang tertancap dalam pohon itu”. Sang yah kemudian berkata, “Itu hanyalah masa lalu anakku. Jadikan itu pelajaran untuk menjadi lebih baik daari sekarang”.

Iki yo mung latihan nulis crito mas, mbak, budhe, pakdhe lan konco-konco kabeh…hehehe. Yen ono manfaate monggo dingge sareng-sareng, yen dianggap ra ono manfaate di buang wae utawa gaweo cerito sing luih apik…eh kliru, sing luwih sae..supoyo aku iso sinau marang sliramu..!!hehehe

Sedikit cerita yang tertulis diatas akan saya tarik menuju ke dunia pendidikan…(sok nggayaaa..hahaha).

  • Di kelas kami, ada kesepakatan antara siswa dan guru ketika anak tidak sholih dalam hari itu (adab ketika guru masuk ke dalam keleas dan ketika menerangkan pelajaran) maka kami tandai kalender dengan tanda silang yang memberi arti bahwa hari itu adalah hari diman kami tidak patuh dan tidak menghormati para guru. Kalender kami ibaratkan sebagi pohon dalam cerita diatas, dan tanda silang adalah paku-paku yang menancap. Semakin banyak tanda silang maka kami jauh dari sikap yang terpuji (patuh dan menghormati guru-guru kami).
  • Si anak justru menangis dipelukan ayahnya sambail berkata, “Ayah, maafkan aku ayah”. Tradisi minta maaf juga kami coba kembangkan di kelas kami.

¤ Ketika ada anak yang berselisih paham, saling mengejek, bahkan sampai beradu jotos maka kami damaikan mereka untuk saling meminta dan memberi maaf. Hal ini disaksikan oleh teman-teman satu kelasnya, dengan tujuan untuk memberi pelajaaran ke teman yang lain. Selain itu teman satu kelas juga dapat dijadikan sebagai saksi yang menjadi control agar anak tersebut tidak bermusuhan lagi.

¤ Ketika siswa berjalan di depan guru tidak membungkukkan badan atau bilang “permisi”, maka ia seharusnya minta maaf kepada guru yang bersangkutan karena melakukan hal yang kurang sopan.

¤ Ketika siswa berbicara dengan guru ia tidak menggunakan bahasa yang baik (jawa kromo atau bahasa Indonesia) maka ia seharusnya minta maaf kepad guru yang bersangkutan karena telah berbicara tidak sopan.

siswa yang lain menjadi kontrol siswa lainya yang melanggar kesepakatan bersama. Meraka mengingatkan temanya yang melanggar kesepakatan.

Ini hanya sedikit upaya untuk mendidik anak didik agar mereka mempunyai kepribadian dan akhlak yang lebih baik…itulah harapan kami!!!

Anak didik_Q tercinta : “roni,fina,afri,dafa,apri,farid,fella,ghana,ginting,handi,jamshid,kidung,lucky,rif’an,muna,revin,riezky,rifqi,fatha,sabila,satya,syifa’,tiara,yanandra”.

Anggap saja ini hanyalah celoteh orang yang tak tahu sesuatu apapun, tetapi dia ingin selalu belajar agar dia bisa tahu sesuatu. (vs ’79)

0 komentar:

Posting Komentar